Wednesday, July 30, 2025

emosi

I seriiiing banget kehilangan kendali diri jika sudah emosi, bawaannya pengen nyakitin aja, baik verbal maupun fisik. Bahkan pernah terbersit untuk melakukan tindakan yang kejam seperti melemparkan diri mereka ke dinding, atau menggorok leher, sehalus halusnya membekap mereka dengan bantal sampe kehilangan nafas. But, itu cuma bayangan sesaat aja karena dengan membayangkannya saja i sudah menggigil duluan. Liar banget sih halusinasi ii. Ngeri euy. Na'uudzubillaah.. jangan sampe kejadian deh...

Pada kenyataannya i lebih banyak mendiamkan mereka dengan menghindar, tapi bukan jadi solusi kan yaa? Karena dengan mengabaikan mereka, malah menimbulkan luka pengabaian dari seorang ibu kepada anak-anaknya. Jika i berada di posisi mereka, tentu saja sangat tidak nyaman. Tapi, lebih baik daripada i melakukan tindakan anarkhis kan..
Entah ini pembenaran diri entah bagaimana, yang jelas i tau ini SALAH.
Kalau i dah menyendiri meninggalkan anak-anak, i baru menyesal dan kasian sama mereka.


Eh eh eh..
Ini tentang anak-anak ii kan yaaa..
Waaah, ternyata i belum bisa baik sama anak-anak, se egois ini ii pada kehidupan mereka.

Cuma sehari ii yg bisa puasa MARAH, hari kemaren aja. Rasanya i bisa mengelola emosi ii dengan mengalihkan kemarahan dengan bernyanyi dan bermain bersama mereka. Hiks... sungguh ironis. Sekarang malah lebih parah lagi. Huffttt..

Sepertinya i memang butuh waktu pribadi untuk introspeksi diri dan merencanakan keputusan :(

Semoga Allaah tunjukkan jalan kebaikan untuk ii dan keluarga kecil ini.

Maafkan Ummu yg toxic ini nak anak.
Yang ciptakan rollercoaster emosi untuk kalian.

foto hanya sekedar ilustrasi

Monday, July 28, 2025

mengenali sifat anak sendiri

Kebanyakan para orangtua malah tidak mengenali anaknya sendiri, mereka sibuk dengan aktifitas mereka yang MENURUT mereka sudah maksimal membersamai anak. Mereka berfikir hanya dengan memenuhi kebutuhan dasar (makan, pakaian, jajan) anak, itu sudah cukup. Padahal, anak-anak butuh perhatian lebih dari itu, mereka butuh didengarkan, mereka butuh dipahami. Kebanyakan orangtua malah menuntut anak yang harus memahami orangtua, anak yang wajib patuh dengan orangtua, mereka lebih memikirkan betapa susahnya mengurus anak dan memenuhi kebutuhan anak.

Tapi tidak berlaku ke semua orangtua yaaa... apalagi kalau kondisi orangtua sudah mapan dan semua kebutuhan dasar anak sudah terpenuhi dengan mudah.

Nah, kondisi mayoritas orangtua tersebut juga mampir dalam kehidupan i. I hanya sibuk dengan dunia i, i sering fokus pada diri sendiri, i sering berdrama dengan diri sendiri tanpa menyadari sudah melibatkan anak-anak i, i sendiri yang merusak kejiwaan anak-anak i. Seharusnya i merencanakan sebelumnya dan mengonsep peradaban seperti apa yang akan i ciptakan dalam keluarga ini. Anak-anak seperti apa yang akan i bentuk. Ya Rabb, apa i masih ada kesempatan untuk merubahnya?

Sekarang per tanggal 29 juli 2025, i sudah memiliki 3 orang anak. Harusnya i sudah bisa manajemen kehidupan i. Tidak hanya mengurus diri sendiri, tapi 3 anak. I harus berubah. I harus kuat. I harus paksakan diri untuk bertahan dan konsisten dengan kemampuan i. I harus bisa.

I mencoba untuk mengenali anak2 i sementara waktu ini;
Anak pertama, sepertinya suka dipuji, suka hal-hal baru yang menantang dan suka mencari perhatian dan kadang melakukan hal yang negatif seperti merebut mainan adik untuk diperhatikan. Tapi respon dari kami malah memarahi dan membentaknya serta sering mengancamnya. 
Uni sering menawarkan bantuan kepada oranglain walaupun tidak diminta dan dibutuhkan, walhasil kerjanya jarang yang dihargai orang dan dimanfaatkan oranglain.

Anak kedua, suka menunda-nunda dan manja, mudah merajuk dan suka teriak marah-marah. Dulu, kami tak pernah marah padanya, tapi sekarang sejak punya bayi ke 3 kami sering marah padanya karena melihat dirinya yang sering berisik dan seperti geram pada adiknya.

Anak pertama dan kedua sering tidak akur, i merasa mereka punya tabir dan membatasi kedekatan hati mereka berdua. Sedih sih melihatnya, karena dari rahim yang sama tapi tidak punya kedekatan hati bersaudara. Anak pertama malah sering memprioritaskan saudara sepupunya yang bekum tentu menghargainya dibanding adik kandungnya sendiri. Semoga Allah mengikat hati anak-anak i dalam persaudaraannya.

Tapi, walaupun anak-anak ini sering i jahatin, mereka selalu mau maafin ii, mereka selalu mau bantu ambilkan minum dikala i sakit, bantu pijat2 i dikala badan sakit dan terasa remuk. Mereka anak baik.

Anak ketiga, karena masih berusia 3 bulan 28 hari jadi belum keliatan bagaimana sifatnya, hanya saja i merasa dia punya kedekatan lebih ke abu nya dibandingkan ke ii. Mau sama i hanya karena mau nenen aja. 

Ya sudahlah...
I harus benahi pikiran i.
I harus kuat kuat.
I harus tunjukkan bahwa i bisa.
I harus bisa.
I mau jadi seorang ibu yang baik.
I mau jadi ibu yang disenangi anak-anak.
I harus PUASA EMOSI.
Bismillaah.

Saturday, July 12, 2025

ahad kedua juli 2025

I sepertinya sudah menderita kelainan mental. Drama yang i lakoni sungguh memuakkan. Ternyata apa yg i lakukan direspon secara nyata oleh tubuh ini. Tak bisa dia membedakan mana yg halusinasi dan mana yg nyata.

Berada di kondisi yang membingungkan, melibatkan anak-anak dan keluarga ini. Kemaren tubuh i kejang2 beberapa saat tapi i masih dalam kondisi sadar. Kaku rasanya badan2 ini, dilanjutkan dengan mulut yang tak mau bicara karena merasa bosan dan muak mendengar suara sendiri yang sering menyakiti hati anak2 dengan bentakan, walhasil i seperti orang bisu. 
I harus bagaimana?
Kepala i seperti berada di awang-awang, tiba2 saja waktu berlalu dan berlari sangat cepat meninggalkan ii di kesemuan. 

Andai i bisa mengontrol hati, perasaan dan tindakan ii dikeluarga ini, mungkin i bisa lebih baik.

Andai i bisa mengatur waktu sebaik mungkin melaksanakan agenda yang ii catat mungkin banyak hal yang bisa i kerjakan.

Andai i bisa melakukan semuanya sendiri tanpa adanya emosi dan teriakan serta rengekan tangisan anak mungkin i bisa lebih bergairah menjalankan hidup.

Andai i bisa menahan hawa nafsu ii untuk sekedar makan ini makan itu yang harganya diatas kemampuan ii, mungkin i tak kan perlu memakai uang yang bukan hak ii dan pusing memikirkan bagaimana cara menggantinya.

Andai i bisa lebih sabar lagi

Andai i bisa lebih sadar lagi

Andai i bisa lebih konsisten.

Terimakasih wahai dirimu yang selalu mendampingi kondisi hidup i yang bagai rollercoaster ini, tanpa mengeluh dan menyakiti.